Rabu, 16 Desember 2009

komentar

BELUM ADANYA PERANGKAT HUKUM YANG TEPAT BAGI KEJAHATAN PORNOGRAFI ANAK
(CHILD PORNOGRAPHY)

Kejahatan Pornografi anak yang terjadi akibat dampak negatif dari kemajuan Teknologi Informatika (T.I.) maupun akibat industri hiburan dan film melalui audio visual maupun media cetak yang menyerbu dunia anak-anak Indonesia ternyata telah membawa anak terpapar pada masa depan yang suram, yang menuju kehancuran generasi penerus bangsa.

Sedangkan perangkat hukum Perlindungan anak yang ada sudah tidak relevan untuk dipakai sebagai payung hukum yang tepat dibanding akibat yang terjadi baik terhadap kerusakan mental dan psikis yang dialami korban dan keluarganya, maupun pengrusakan dan penghancuran masa depan generasi bangsa.

Ketentuan hukum yang ada a.l.:

1. K.U.H.P (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Pasal 281: Barang siapa merusak kesopanan di ancam pidana 2 tahun 8 bulan penjara dan/ atau denda Rp 4.500,-

Pasal 282 : Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan. membuat, mengirim langsung lukisan, gambar atau barang, diancam pidana 1 tahun 4 bulan dan/atau denda Rp 45.000,-

Pasal 283 : Barang siapa menawarkan, mempertunjukkan kepada orang yang diketahui hukum belum berusia 17 tahun, gambar yang menyinggung kesopanan, hukuman 9 bulan, denda Rp 9.000,-

Yang dimaksud dengan kesopanan dalam K.U.H.P adalah: bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba kemaluan, meminta, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria.

Ketentuan KUHP terhadap kejahatan Pornografi anak:

a. Rumusan tindak pidana dalam pasal 281, 282 dan 283 tersebut tidak persis sama dengan sebab dan akibat dari kejahatan Pornografi anak, sehingga memungkinkan interpretasi yang salah terhadap peradilan

b. Sanksi pidana dan denda yang sangat ringan tidak mengandung unsur keadilan

c. Rumusan bahasa hukum yang menjadi dasar delik pidana kejahatan Pornografi harus terang dan jelas sehingga terjaminnya kepastian hukum yang menjadi dasar penegakan hukum

2. Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pasal 66 ayat 3 : Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melaksanakan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak

Pasal 88 : Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi dan/atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)

Ketentuan pasal 66 dan 88 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap kejahatan Pornografi anak:

a. Pengertian eksploitasi ekonomi dan/atau seksual adalah tindak pidana yang dilakukan secara tertutup berbeda dengan kejahatan Pornografi anak dilakukan ada yang tertutup, namun lebih banyak dilakukan secara terbuka melalui publikasi media cetak, elektronik, audio visual dan perangkat teknologi informatika serta industri hiburan.

b. Tidak ada pasal yang mengatur pornografi pada anak (child pornography) ataupun yang membatasi akses anak pada kejahatan pornografi dalam Undang-Undang perlindungan anak.

3. K.H.A (Konvensi Hak-hak Anak) yang disahkan PBB 20 November tahun 1989 dan di Ratifikasi Indonesia (SK Presiden No.36 Tahun 1990)

Pasal 34 : Negara-negara Pihak berusaha melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi seksual dan penyalah gunaan seksual untuk tujuan tersebut, maka Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat, untuk mencegah:

a. Bujukan atau pemaksaan terhadap seorang anak untuk terlibat dalam setiap aktifitas seksual yang melanggar hukum

b. Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual lainnya yang melanggar hukum

c. Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pertunjukan dan bahan-bahan pornografis.

KHA terdiri dari 54 pasal dan 8 Cluster.

Pasal 34 secara implisit telah menyiratkan kejahatan Pornografi anak, sekalipun penekanannya lebih kepada tindakan pornoaksi, tetapi masih bisa dijabarkan lebih luas sesuai kebutuhan dari negara-negara Pihak.

Ada 7 pasal yang tidak diratifikasi oleh Indonesia, termasuk pasal 34 KHA, dan sayang sekali pasal 34 tidak diadopsi ke dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Sehingga tidak adanya kekuatan hokum yang tepat yang mengatur Pornografi Anak. Sementara kejahatan Pornografi Anak kian hari kian meningkat dan tidak terbendung lagi. Kita prihatin menyaksikan banyak korban berjatuhan.

Tidak ada komentar: